Sabtu, 30 Juli 2011

ULU KRUI PERWATIN TELU


Asal usul dan Sejarah perkembangan Pekon Ulu Krui merupakan bagian dari asal usul dan sejarah perkembangan sub-suku Lampung yang mendiami Peminggir Pantai bagian Barat Provinsi Lampung, yaitu SUKU KRUI. Identitas suku Bangsa Lampung ditandai dengan sumber kehidupan dan atau kebutuhan sehari – hari, yaitu Sungai dan atau Lahan Pertanian.
Suku Abung adalah Orang Lampung yang menetap di sekitar aliran Way Abung. Suku Tulang Bawang merupakan Orang Lampung yang tinggal di perairan Way Tulang Bawang. Suku Pubiyan menetap di sekitar aliran Way Pubiyan. Demikian pula Suku Krui adalah Orang Lampung yang menetap di perairan Way Krui. Sejarah Suku Krui merupakan kelanjutan dari sejarah PAKSI PAK TUNGKOK PEDANG, yaitu;[1]
1.       BUAY BULAN (Puyang Sakti bin Naga Berisang).
2.       BUAY NUWAT (Puyang Serata di Langit).
3.       BUAY SEMENGUK (Puyang Pandak Sakti).
4.       BUAY AJI (Puyang Rakihan sakti).
Setelah Paksi Pak Skala Brak berdiri, Paksi Pak Tungkok Pedang membubarkan diri dan pindah ke daerah  Ranau, Komering Ulu. Dari daerah Komering tepatnya di Liba Haji, Paksi Pak Tungkok Pedang menyebar di daerah Lampung Sekarang. Sebagian menuju daerah pantai dan beradat PEMINGGIR, lainnya menuju daerah Pedalaman melanjutkan tradisi adat PEPADUN.
Suku Lampung yang menuju ke daerah Pantai dipimpin oleh RATU BUAY BULAN[2]. Suku Lampung yang menetap di aliran Way Krui adalah Keturunan Buay Bulan Jurai RATU di ALAM GEDAH bin Puyang NAGA BERISANG beradat Peminggir. Sedangkan Suku Lampung yang menetap di sekitar aliran Way Semaka adalah keturunan Buay Bulan Jurai RATU di PEMANGGILAN. Dari daerah Semaka Jurai Ratu di Pemanggilan menuju aliran Way Rarem dan terakhir menetap di aliran Way Tulang Bawang, beradat Pepadun.
Oleh karena itu Suku Peminggir KRUI dikelompokkan serumpun dengan suku KOMERING yang berasal dari daerah LIBA HAJI, Muara Dua, Komering Ulu. Sebelum menetap di Liba Haji suku ini merupakan penghuni Skala Brak dari keluarga PAKSI PAK TUKKOK PEDANG.
Dari keempat Paksi ini, hanya ada 3 (Tiga) Punyimbang Paksi yang menetap di sepanjang aliran Way Krui, yaitu keturunan;
1.       Klan Puyang Serata di Langit (Tulut Orang Dunia), menetap di Ulu mendirikan Kampung ILAHAN.
2.       Puyang Naga Berisang (Ki Demang Surabaya bin Ratu di Alam Gedah), menetap di Tengah mendirikan Kampung KRUI.
3.       Puyang Rakihan Sakti.
Sementara keturunan Buay Semenguk menetap di aliran way yang berada di sekitarnya masuk Klan Ratu di Alam Gedah, sebagian pindah ke daerah Way Semaka mengikuti Klan Puyang Ratu Pemanggilan.
Nama Kampung KRUI diilhami dari daerah yang banyak tumbuh Kaur berduri ketika Paksi Pak Tungkok Pedang menghalangi Perompak Cina yang akan masuk ke daerah Skala Brak pada tahun 1340 M.[3]
Pada masa DALOM WAY URANG bin Ki Demang Surabaya, nama Kampung Krui diubah menjadi Kampung GEDUNG CAHYA. Perubahan ini disebabkan Kampung Krui terkena abrasi aliran Way Krui purba. Sehingga Kampung Krui pindah sedikit ke hilir dan berganti nama Kampung Gedung Cahya.
Priode selanjutnya banyak suku suku dari daerah Ranau yang bermukim di sekitar aliran Way Krui. Karena Kampung Ilahan di Ulu tidak berkembang, maka keturunan Orang Dunia pindah dan bergabung dengan Krui. Sehingga nama Kampung Krui berubah menjadi Kampung ULU KRUI.
Catatan Belanda menyebutkan bahwa daerah Ulu Krui dipimpin oleh Ki Demang Surabaya. Suku suku yang mendiami Bandar Ulu Krui adalah;
1.       Suku Gunung.
2.       Suku Raja.
3.       Suku Marga
4.       Suku Bumi.
Sistem pemerintahan Ulu Krui berjalan baik yang dilengkapi Balai Kratun yang terletak di pertemuan aliran Way Gunung dan Way Krui. Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Sir Stanford Raffles, Krui digabungkan dengan Keresidenan Bengkulu dengan nama Afdeeling Krui dengan pembagian Pesisir Utara, Pesisir Tengah dan Pesisir Selatan.
Pada masa penjajahan Belanda Ulu Krui diperintah oleh keturunan Rakihan Sakti. Tetapi pemerintahan ini terlalu lemah sehingga pada tahun 1928 ketika pembentukan marga marga oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1930, Ulu Krui berbentuk Marga. Atas dukungan dari Suntan Akbar Sukau, Marga Ulu Krui dipimpin oleh Japilus.
Tetapi meskipun demikian pemerintahan adat BANDAR ULU KRUI tetap diakui dipegang oleh Keturunan:
1.       KI DEMANG SURABAYA bin RATU ALAM GEDAH bin PUYANG NAGA BERISANG di Gedung Cahya / Sukaraja (BUAY BULAN).
2.       Keturunan RAKIHAN SAKTI (BUAY AJI).
3.       JAPILUS di Gunung Kemala yang didukung oleh Suntan Akbar Sukaw (BUAY NYERUPA).
Sehingga pemerintahan adat ULU KRUI lebih dikenal PERWATIN TELU ULU KRUI.
Di penghujung pemerintahan Belanda pada masa Krui diperintah asisten Residen (Kontroler) O.L Helfrich, Kampung Gedung Cahya berganti nama Sukaraja.
Setelah Indonesia merdeka, eks Kewedanaan Krui kembali ke pangkuan Ratu Pak di Lampung. pada tahun 1966 Abdullah Syurkati Buay Bulan dan Buay Aji mengambil hak ulayat warisan nenek moyang mereka Tanah Ulu Krui. Sejak saat itu Ulu Krui menjadi desa dibawah pimpinan Kepala Desa H. Khaliq, dengan wilayah meliputi;
1.       Suka Raja (Gedung Cahya).
2.       Suka Marga (Kamal).
3.       Kampung Baru dan sebagian daerah Kejadian.
 Atas jasa masyarakat Krui dalam mewarnai adat budaya Lampung, Gubernur Lampung Zainal Abidin Pagar Alam merenovasi total masjid tua dekat Balai Kratun Ulu Krui di Sukaraja-Ulu Krui, yaitu MASJID NURUL IMAN, Krui di Sukaraja Pekon ULU KRUI.


[1] Marwansyah Warga Negara, Anjungan Lampung, TMII.
[2] DEPDIKBUD, Ungkapan Tradisional Daerah Lampung, Jakarta 1985, hal 6.
[3] Abdullah syurkati, Lamban Gedung Gedung Cahya, Buay Bulan Krui. Mantan pejuang 45 berpangkat Sersan dari Sukaraja-Ulu Krui.

4 komentar:

  1. Saya salah satu keturuanan.ilahan orang dunia bin siratai..langit..datuj q jk gunung.gelarni sopyan.bin ali asak.bin.urang dunia..konon kata bpk saya

    BalasHapus
  2. Yang tau cerita tentang raja pagar alam, yg mempunyai rumah, lamban balak jan nunggal sukaraja krui pesisir barat

    BalasHapus